Peluang Bisnis Ayam Goreng

Bisnis ayam goreng masih renyah
Bisnis ayam goreng sepertinya terus renyah. Maklum, ayam goreng sudah menjadi santapan yang semakin merakyat. Lantaran banyak orang yang gemar menyantap menu ini, usaha ayam goreng pun tumbuh subur.
Untuk membesarkan usahanya, banyak di antara pebisnis ayam goreng yang membuka tawaran kemitraan atau waralaba. KONTAN pun kerap menulis tawaran kemitraan usaha ayam goreng ini.
Guna mengetahui perkembangan usaha ini, KONTAN kembali me-review beberapa tawaran kemitraan ayam goreng yang sebelumnya sudah pernah diulas.
Beberapa di antaranya adalah Suga Chicken, Kane Fried Chicken, dan Rocket Chicken. Bagaimanakah kondisi usaha mereka saat ini? Berikut ulasannya. 

Suga Chicken
Mulai berdiri sejak 2005 di Bekasi, Jawa Barat, Suga Chicken resmi menawarkan kemitraan setahun kemudian. Agus Setiawan, pemilik usaha ini menyatakan, alasan membuka kemitraan karena banyak permintaan dari para pelanggannya.
Saat KONTAN mengulasnya pada Maret 2011 lalu, Suga Chicken memiliki 60 gerai, baik semi resto maupun resto. Untuk konsep semi resto investasinya sekitar Rp 29 juta dengan tambahan biaya furnitur sebesar Rp 15 juta. Adapun untuk resto nilai investasinya Rp 150 juta.
Biaya investasi sebesar itu belum termasuk sewa tempat. Dari paket tersebut, rata-rata mitra bisa memperoleh omzet Rp 52 juta saban bulan, dengan balik modal antara empat bulan sampai satu tahun.
Saat ini, Agus mengaku, jumlah gerainya sudah membiak menjadi 70 gerai, dan tiga diantaranya milik sendiri. Melihat pesatnya perkembangan kemitraan Suga Chicken, Agus pun menawarkan beberapa paket baru dalam kerja sama kemitraan ini.
Diantaranya paket silver senilai Rp 150 juta dan paket gold senilai Rp 190 juta. Selain itu, ada lagi konsepbooth senilai Rp 12 juta. Pengembangan paket itu diimbangi dengan diversifikasi menu di luar ayam goreng, seperti burger, pasta, dan lainnya.
Dengan harga ayam berkisar Rp 10.000 per potong, omzet mitra yang mengambil paket silver dan gold bisa mencapai Rp 2 juta-Rp 5 juta per hari. Perkiraan balik modal satu sampai dua tahun.
Untuk royalty fee, pihaknya mengutip 5% dari total ayam yang terjual. Jadi bukan dari total omzet penjualan. Rencananya, dalam waktu dekat Suga Chicken bakal merambah negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Agus berharap, tahun ini sudah bisa membuka gerai berkonsep resto fast food di tiga negara tersebut. Di dalam negeri sendiri, Suga Chicken sudah menjangkau hampir semua wilayah, termasuk Papua. Ia menargetkan, setiap bulan ada penambahan tiga gerai baru.
Kane Fried Chicken

Pada Juni 2011 yang lalu, KONTAN telah mengulas seputar tawaran kemitraan dari Kane Fried Chicken yang bermarkas di Cinere, Depok, Jawa Barat. Kala itu, Kane Fried Chicken sudah memiliki 25 mitra yang tersebar di Jakarta, Bandung dan Malang.
Setelah hampir satu tahun berselang, Kane Fried Chicken mengalami pertumbuhan signifikan. Jumlah mitranya sekarang sebanyak 40 mitra. “Pada awal tahun ini saya mendapat lima mitra di Surabaya,” ujar Dwi Suswinarto, pemilik Kane Fried Chicken.
Dwi bilang, pertumbuhan jumlah mitra itu tak terlepas dari kerja keras Kane Fried Chicken mengenalkan produk mereka. “Kami juga mempertahankan kualitas dan memberikan harga yang terjangkau masyarakat luas,” ujarnya.
Ia membanderol satu porsi yang terdiri dari sayap atau paha ayam beserta nasi Rp 7.000. Harga sepotong dada dan paha atas lengkap dengan nasinya Rp 8.000 per porsi.
Namun, dia berencana menaikkan harga tersebut kalau pemerintah jadi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi per 1 April 2012 nanti. Kenaikan harga berkisar Rp 500 per porsi.
Selain belum menaikkan harga produknya, Dwi juga belum menaikkan sewa tempat booth miliknya yang sebesar Rp 550.000–Rp 650.000 per bulan.
Sementara, untuk biaya investasi tipe outdoor sudah dinaikkan dari awalnya Rp 10 juta menjadi Rp 11,9 juta. Nilai investasi itu bisa dicicil 50% di awal, dan sisanya dilunasi sesudah fasilitas diberikan semua. Karena berkonsep kemitraan, Kane tidak memungut royalty fee dan franchise fee.Mitra akan mendapatkan antara lain satu unit booth ukuran 150 cm x 60 cm, bahan baku hari pertama, serta pendampingan manajemen.
Ke depan, Dwi berencana membuat paket indoor dengan perkiraan investasi sebesar Rp 17 juta. Tapi rencana itu masih belum final. “Kami masih menunggu kenaikan harga BBM. Kalau BBM jadi naik bisa mempengaruhi perkiraan investasinya,” ujarnya.
Paket indoor ini nantinya akan menyasar kios-kios, ruko, dan mal. “Tapi sasaran utama kami kios dan tempatnya strategis,” ungkap Dwi.
Rocket Chicken
Sejak pertama kali berdiri tahun 2010 hingga sekarang, Rocket Chicken yang berbasis di Yogyakarta sudah memiliki 65 mitra dengan jumlah gerai mencapai 130 buah. Pemilik Rocket Chicken, Nurul Atik mengaku, jumlah gerainya itu tumbuh signifikan.
Bila sebelumnya gerainya banyak terdapat di wilayah Pulau Jawa, kini juga mulai merambah wilayah Kalimantan dan Sulawesi.
“Belum lama ini kami juga baru membuka gerai di Martapura (Kalimantan Selatan) dan Palu (Sulawesi Tengah),” kata Nurul.
Saat diulas KONTAN pada April tahun lalu, gerai Rocket Chicken baru berjumlah 89 unit, dengan jumlah mitra sekitar 50-an mitra. Karena prospek bisnisnya bagus, banyak mitra yang membuka lebih dari dari satu gerai.
Menurut Nurul, pihaknya memang membuka kesempatan bagi mitra untuk memiliki lebih dari satu gerai. Namun, penambahan gerai itu tergantung hasil evaluasi pusat terhadap kinerja mitra.
Evaluasinya mencakup omzet, jarak antar gerai, maupun potensi daerah yang ingin ditambah gerainya. Ia sendiri saat ini sudah memiliki 18 gerai, yang mayoritas berada di kawasan Jawa Tengah.
Ia mengklaim, omzet setiap gerai rata-rata sekitar Rp 2 juta hingga Rp 3 juta per hari. Sementara omzet dalam sebulan berkisar antara Rp 60 juta hingga Rp 150 juta.
Nurul mengaku, telah banyak melakukan inovasi demi mengambangkan usahanya itu. “Terutama inovasi terkait varian sambal. Sekarang kami menyediakan juga hidangan ala tradisional, seperti sambal penyet, sambal bawang, sambal teras, dengan terong, tahu, dan tempe,” tukasnya.
Namun, terkait paket investasi belum banyak mengalami perubahan. Masih seperti awal, calon mitra yang ingin bergabung perlu menyiapkan biaya investasi sekitar Rp 150 juta-Rp 160 juta, dan itu belum termasuk tempat. Investasinya lumayan besar karena mengusung konsep resto.
Dalam paket investasi itu sudah disediakan perlengkapan masak dan makan, promosi, pelatihan karyawan, serta bahan baku awal. Jadi mitra cukup memikirkan soal tempat saja.
Investasi itu bisa bertambah terutama bagi mitra di luar Jawa. “Karena butuh biaya transportasi untuk mengangkut interior dan perlengkapan. Kemarin ke Lombok, misalnya, ada biaya tambahan transportasi sekitar Rp 18 juta,” tukasnya.
Dengan perhitungan omzet Rp 60 juta per bulan, balik modal diperkirakan terjadi antara bulan keenam hingga 18 sejak usaha dimulai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar